Pandangan Kristen Tentang Kemiskinan - Banyak gambaran mengenai orang miskin dan kemiskinan tampil dalam kitab suci. Sangat mencolok dalam kitab suci Perjanjian Lama gambar orang miskin dalam hubungannya dengan Allah. Allah memperhatikan, melindungi,dan membela orang miskin dan malang. erdapat kelompok anawim, kaum miskin yang hanya mengandalkan Allah saja.
Kata-kata yang dipakai dalam al-Kitab untuk menunjukkan orang miskin sudah membuktikan bahwa kemiskinan dipandang sebagai sesuatu yang negatif; orang tertekan, terbungkuk (ani), orang yang bergantung pada orang lain (dal), orang berkebutuhan sehingga harus meminta-minta (ebyon, ptochos). Dengan kata-kata itu orang miskin sudah digambarkan berada dalam keadaan yang ditolak dan diprotes.
Luasnya uraian dan dalamnya perhatian tentang kemiskinan dalam Kristen, tampak dari munculnya kata-kata ungkapan tentang kemiskinan dalam perjanjian lama dan perjanjian baru. Kata yang paling banyak muncul untuk orang miskin dalam perjanjian lama adalah “ani”, dipergunakan 7 kali, dalam kitab mazmur 29 kali. Kata ani ini menunjukkan gambaran tentang orang miskin yang mengandung pengertian orang yang membungkuk, hidup dalam keadaan rendah dan yang berada di bawah tekanan serta dalam hubungan yang tergantung. Sedangkan dalam Perjanjian Baru kata yang melukiskan si miskin adalah ptokos, yang berarti menyelam samapai tidak kelihatan (karena ketakutan). Maksudnya adalah orang yang harus tanpa sarana kehidupan sama sekali dan karenanya mengemis demi menyambung hidupnya. Ia adalah manusia yang marginal, yang berjalan di tepi jurang.
Sebagai suatu agama yang inti ajarannya bersumber pada figur “Yesus Kritus” sebagai juru selamat dan penebus dosa umat manusia, maka untuk memahami pandangan Kristen tentang kemiskinan, diantaranya adalah lewat sosok penampilan Yesus dengan segala “pelayanan” dan sejarah hidupnya yang selalu bergulat dengan penderitaan umat-nya. Uraian mengenai kemiskinan dalam hampir semua literatur Kristen, tak pernah lepas dari figure yesus tersebut.
Ajaran Kristen yang diantara missi pokoknya untuk membebaskan umat manusia dari kemiskinan, memandang kemiskinan itu sendiri “bukanlah sebuah cita-cita”. Sejak permulaan, kemiskinan dipandang sebagai hukum Allah (Yes 3:16-24; Mazm 109: 10-12). Kalaupun al-kitab simpati pada kemiskinan, bukan cinta akan kemiskinan, melainkan cinta kepada orang-orang miskin.
|
Ilustrasi Kemiskinan |
Diantara kewajiban untuk mengasihani orang miskin tersebut dapat ditemukan dalam Amsal 19:17 “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang membalas perbuatannya itu”. Penekanan Matius pada sikap-memihak dan kasih Yesus kepada orang-orang miskin akan sama sekali disalahami jika kita meromantisasikan kemiskinan. Kemiskinan bukanlah berkat, demikian pula penyakit atau segala jenis kesengsaraan. Lalu bagaimana yesus dapat berkata: Berbahagialah orang-orang miskin dihadapan Allah?. Untuk memahami ucapan bahagia ini, maka perlu kembali pada PL dan melihat bagaimana bangsa Israel sebelum dan sesudah pembuangan Babilonia menilai kemiskinan dan kekayaan. Sebaliknya, itu terwujud dalam kekayaan materi, banyak anak, panen raya, kesehatan dan umur panjang, kedamaian politik dan kemenangan dalam perang (bdk U128:2-6). Kemiskinan dianggap sebagai suatu keadaan yang tidak layak terjadi, yang disebabkan oleh ketidaksetiaan pihak yang telah diberkati allah untuk mempertanggungjawabkan kekayaan mereka dihadapan-Nya. Oleh karena itu allahlah yang harus menjadi pembela bagi orang-orang miskin melalui nabi-nabi-Nya.
Selain itu, A. Gellin, teolog Roma-Katolik dari Prancis membuat kategori dari kajiannya mengenai kemiskinandalam al-Kitab dalam bentuk: kemiskinan sebagai kehinaan, sebagai dosa, dan sebagai kesalehan. Dipandang sebagai kehinaan, karena keadaan hina tersebutseharusnya tidak ada di Israel. Lalu dipandang sebagai dosa, karena kekayaan adalah berkah dari Allah, maka kemiskinan harus menjadi kutukan dan si miskin menjadi orang yang berdosa. Disisi lain kemiskinan dipandang sebagai kesalehan, sebab Allah berada didekatnya, maka si miskin dengan sendirinya harus juga dekat kepada Allah.
Berbagai pandangan kemiskinan tersebut berkaitan dengan keterangan al-Kitab tentang berbagai penyebab kemiskinan. Diantara penyebab tersebut, menurut Bruppacher, seorang teolog Jerman, adalah karena kemalasan, nasib dan penindasan. Selain pandangan kemiskinan yang bersifat individual seperti diatas, al-Kitab juga mempersoalkan kemiskinan dalam konteks hubungan antara orang berkuasa dan rakyat, juga hubungan antara orang kaya dan miskin. Dan menurut kesaksian al-Kitab, kekayaan dibidang materiil bukan dosa. Kekayaan adalah berkat. Tetapi al-Kitab mengecam kekayaan yang diperoleh dengan mengorbankan orang lain.
Demikianlah
Pandangan Kristen Tentang Kemiskinan. Dengan demikian, maka sudah jelas bahwa pandangan agama Islam dan Kristen tentang kemiskinan adalah menolak dengan keras. Dimana, di utusnya seorang rasul dari masing-masing umatnya dalam keadaan papa merupakan menjadi penolong dan pembebas dari belenggu penindasan dan penganiayaan yang dapat menimbulkan kemiskinan secara menyeluruh.
ADS HERE !!!